Ungkapan tentang ”dua laut” yang bertemu dan dipisahkan oleh dinding batas, tertulis dalam Surah Al-Furqân (25): 53, Al-Rahmân (55): 19-20, Fâthir (35): 12, dan Al-Naml (27): 61.
Di dalam Al-Rahmân: 22 dijelaskan bahwa dengan adanya batas antara dua laut itu, terdapat karunia al-lu‘lu‘ wa al- marjân. Suatu perhiasan, suatu karunia, yang dalam penafsiran beberapa ahli tafsir berbeda-beda artinya. Satu lagi ayat tentang pertemuan dua laut, namun tanpa penjelasan tentang batasnya, pada Al-Kahfi: 60, yaitu dalam konteks kisah perjalanan Nabi Musa a.s. mencari Nabi Khidir.
Untuk menjelaskan ”dua laut”, ”pertemuannya”, dan ”batas antara kedua laut” yang tertera dalam Surah Al-Furqân (25): 53, berikut penjelasan ahli tafsir Dr. Quraish Shihab . Kata maraja dalam kamus-kamus bahasa mempunyai dua arti: pertama berarti bercampur dan kedua berarti kepergian dan kepulangan, keterombang-ambingan, dan kegelisahan. Sedangkan kata hijr dalam kamus-kamus bahasa diartikan sebagai larangan, halangan, atau penyempitan. Sementara kata mahjûrâ berarti sesuatu yang terhalang. Jika demikian, hijran mahjûrâ adalah suatu halangan yang menjadikan apa yang terdapat di sana (makhluk hidup) terhalang untuk dapat keluar dan hidup di dalam lokasi yang sempit (terhalang) itu dibanding dengan luasnya samudra.
Dapat dipahami dari penjelasan ini bahwa dalam kata maraja ada unsur yang dinamis pada tempat bertemunya dua laut atau al-bahraini. Mungkin saja kedatangan satu laut dan kepergian laut yang lain, dalam posisi yang bersebelahan (dibatasi secara vertikal) atau bertumpang tindih (dibatasi secara horizontal), melibatkan suatu pergerakan, sesuatu yang dinamis. Namun, ”tempat pertemuan” itu berupa suatu kawasan ”perbatasan”, yang menghalangi kedua laut tadi dari menjadi ”satu” laut yang tanpa karakteristik fisika dan kimia yang khas. Karakter masing-masing laut tetap dipertahankan.
Akibat adanya hijran mahjûrâ ini, menjadikan laut yang satu mempunyai karakter yang berbeda, yaitu dalam suhu, kadar keasinan (salinitas), densitas, dan tekanan, dengan laut yang berdampingan tadi (di atas/di bawah atau di sampingnya). Oleh karena itu, makhluk hidup berupa ikan, ganggang, terumbu karang, dan sebagainya, yang ada di dua kawasan laut itu juga mempunyai karakter yang berbeda pula. Ikan yang hidup di bagian laut sebelah dalam yang bersuhu rendah dan bertekanan tinggi terbatasi habitat hidupnya di situ dan tidak akan melampaui batas ke kawasan laut dangkal yang bersuhu hangat dan bertekanan rendah Atau, dari ”batas” tadi yang memisahkan antara laut bersuhu dingin dan laut bersuhu hangat, manusia dapat memanfaatkan perbedaan temperatur tersebut untuk membangkitkan listrik sekaligus menghasilkan air tawar melalui proses desalinisasi dengan teknologi OTEC. Bukankah ini juga suatu karunia dari Allah yang amat berharga bagi manusia?
No comments:
Post a Comment